Monday, December 15, 2008

KULIAH: 13: PRESENTASI LAPORAN PRAKTIKUM

  • Hasil dari praktikum dan kunjungan yang telah dibuat dalam laporan tertulis kemudian dijilid rapi dengan menggunakan cover dan logo UNISMA.
  • Hasil Laporan tersebut harus diserahkan kepada dosenpaling telat tanggal 10 Januari 2009.
  • Presentasi akan dijadwalkan kemudian.
  • Jika ada hal-hal yang ingin dikomunikasikan bisa saudara sampaikan dalam blog ini atau melalui email: aos_kuswandi@yahoo.com atau via telp 085695551778.
  • Selamat menyusun laporan

KULIAH:12: PRAKTIK DAN KUNJUNGANKE DPRD 1

A. PENGANTAR
  • Mahasiswa peserta mata kuliah proses legislasi di Indonesia diwajibkan untuk melakukan praktikum dan kunjungan ke DPRD sebagai pilihan lembaga yang dikunjungi.Kemudian saudara menetapkan topik sebagai pilihan studi yang akan dibuat laporan.
  • Setelah menetapkan topik kemudian saudara membuat instrumen yang dijadikan sebagai bahan pertanyaan yang ditetapkan dari indikator.
  • Instrumen tersebut adalah dasar saudara untuk membuat bahan laporan.

B. BAGAIMANA SAUDARA DI LAPANGAN?

  • Terlebih dahulu saudara membawa surat dari tata usaha sebagai pengantar saudara melakukan kunjungan.
  • Praktikum dan kunjungan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPRD yang saudara kunjungi.
  • Setelah mendapat persetujuan dan kesediaan dari DPRD, saudara melakukan aktivitas praktikum dan kunjungan sesuai dengan instrumen yang telah ditetapkan.

C. LAPORAN PROGRES KEGIATAN

  • Saudara diwajibkan melaporkan perkembangan kegiatan praktikum lapangan melalui blog ini dalam kolom coments.
  • Laporan perkembangan 1 harus sudah diterima dalam blog ini paling telat tanggal 23 Desember 2008.
  • Isi laporanperkembangan 1 meliputi : Deskripsi penerimaanlembaga, deskripsi kelembagaan: Tugas pokok dan Fungsi serta hal-halyang bersifat umum.
  • Laporan perkembangan 2 harus sudah didterimapaling telat tanggal 3 Januari 2009.
  • Isi laporan perkembangan 2 berisi laporan hasil sesuai dengan topik dan instrumen yang saudara buat.
  • Laporan akhir secara tertulis tetap dibuat dalam kertas A4 spasi 2,jumlah 5-10 halaman yang dilengkapi dengan daftar pustaka.
  • Selamat belajar

KULIAH:11: REPRESENTASI PARTAI POLITIK DI DPR/DPRD

A. Pengantar

Tingginya harapan dan antusiasme terhadap reformasi pada awal-awal proses demokratisasi, merupakan amanat dan pekerjaan rumah yang besar untuk merealisasikannya menjadi hasil-hasil yang konkret untuk rakyat. Disinilah tantangan pemerintah dan partai-partai politik yang sesungguhnya, yakni menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan kepentingan masyarakat secara berkelanjutan. Adanya peluang dan kesempatan bagi partai politik untuk menunjukkan eksistensi dirinya sudah dilegalisasikan dalam UU Pemilu dan UU Partai Politik. Sejatinya dengan ruang yang tersedia demikian luas, maka seharusnya partai politik mampu bersaing secara sehat dan dewasa melalui visi, misi dan program kerja yang diusungnya. Dengan demikian hakekat demokrasi , dapat terealisasi melalui keterwakilan politik masyarakat di legislatif.

Masalah-masalah politik dalam negeri yang menghadang diharapkan menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk partai politik. Di samping persoalan-persoalan aktual yang muncul sebagai akibat proses pembangunan politik, persoalan-persoalan klasik masih nampak ke permukan (misalnya: belum dimilikinya pemahaman yang sama dari para kader partai politik mengenai konsep demokrasi yang ideal, pada tataran implementasinya). Hal lain misalnya terkait dengan permasalahan kelembagaan, baik yang menyangkut penerapan peran dan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah masih menuntut perhatian yang mendalam untuk mengatasinya. Persoalan lainnya terkait dengan ketidakpuasan politik masyarakat di daerah juga adalah persoalan-persoalan nyata yang menuntut perhatian yang segera, (misal: Banyak konflik terjadi paska pilkada langsung pada beberapa daerah).

Dengan memperhatikan berbagai kondisi dan perkembangan politik yang ada, maka hal-hal positif yang sudah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan politik dapat dijadikan modal bagi terpeliharanya momentum proses jangka panjang konsolidasi demokrasi. Hasil-hasil pemilihan umum langsung anggota DPR, DPRD, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2004, dapat dijadikan landasan demokratisasi selanjutnya pada Pemilu 2009. Kedudukan dan peran Partai Politik menjadi penting dalam hal penguatan, penyempurnaan, dan penyesuaian kelembagaan penyelenggaraan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan lembaga kemasyarakatan politik dengan mengacu pada amanat Konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.

Representasi masyarakat dalam partai politik adalah harapan ideal yang harus dibuktikan oleh setiap partai politik melalui pelaksanaan fungs-fungsi dari partai politik.Secara konkrit Pemerintah yang terbentuk dan Anggota Legislatif yang terpilih sebagai hasil Pemilu 2009 nanti diharapkan dapat lebih membumikan hasil-hasil proses demokratisasi, agar lebih mampu diterjemahkan ke dalam tema-tema kesejahteraan dan keadilan di dalam kehidupan nyata masyarakat. Dengan demikian lebih dapat membangkitkan optimisme dan harapan bersama menuju Indonesia yang lebih baik.


B. Fenomena GOLPUT dan Kepercayaan Masyarakat terhadap Parpol
Tingginya angka pemilih Pada Pemilu 2004 maupun pada Pilkada sepanjang 2006-2008 pada berbagai daerah yang tidak menggunakan hak pilihnya menunjukkan lemahnya peranan yang dijalankan oleh partai politik (Parpol) . Hal tersebut bisa jadi Parpol kurang mampu mendorong masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam perhelatan pesta demokrasi. Parpol seharusnya dengan aktif memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar mampu memahami politik dengan sesungguhnya dan bukan hanya mendekati masyarakat ketika akan menghadapi pemilihan saja supaya mendapatkan hati masyarakat.
Parpol cenderung lebih aktif dan menampakkan dirinya dengan berbagai aktivitasnya ketika menjelang pemilihan saja dan terkesan menghilang usai pemilihan. Sepertinya Parpol kurang membuat program-program yang senantiasa berada di tengah-tengah masyarakat untuk dapat menunjang berjalannya peranan yang dimiliki oleh Parpol. Kondisi ini sangatlah tidak mendukung terhadap upaya demokratisasi di Indonesia. Jumlah angka masyarakat yang tidak memilih yang cenderung meningkat mestinya jadi bahan pembelajaran bagi partai politik, mengapa masyarakat tidak menggunakan hak politiknya? Adakah hal tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat pemilih sudah tidak percaya lagi terhadap parpol atau karena sebab lain? Jika kecenderungan yang terjadi lebih disebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik, maka selayaknya parpol meredifinisi dan mereposisi kembali atas peran dan fungsi yang dijalankan selama ini.

C. Peran Representasi Partai Politik Peserta Pemilu 2009
Setelah menyelesaikan tugasnya melakukan verifikasi faktual terhadap Partai Politik (Parpol) untuk ditentukan apakah layak ikut Pemilu tahun 2009 ataukah tidak, pada awal bulan Juli 2009, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar Parpol yang lolos verifikasi faktual dan berhak untuk menjadi peserta Pemilu tahun 2009. Sebanyak 34 Parpol nasional dan 6 Parpol lokal Aceh dinyatakan lolos verifikasi. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan jumlah peserta Pemilu tahun 2004 yang berjumlah 24 Parpol. Dari 34 Parpol yang lolos verifikasi, terdiri dari 16 Parpol lama yang sudah pernah menjadi peserta Pemilu tahun 2004 dan 18 Parpol baru. Kemudian pada pertengahan bulan Agustus 2009, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan 4 partai politik (Parpol) lagi sebagai peserta Pemilu. Sehingga pada Pemilu 2009 mendatang akan diikuti oleh 38 Parpol.
Karena Sistem politik Indonesia telah memilih demokrasi sebagai sistem yang dipergunakan, sebagai konsekuensinya sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka telah ditetapkan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Pemilihan umum 2009 tinggal menunggu waktu. Para wakil rakyat tengah bersibuk untuk menyiapkan perangkat paket UU Pemilu yang meliputi UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Pemilihan Presiden, dan UU Susunan dan Kedudukan DPR, DPD, DPRD Kabupaten dan Kota. Keempat undang-undang itu akan menjadi dasar pelaksanaan pemilu 2009.
Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi sebenarnya memegang peranan penting dalam ikut mensejahterakan masyarakat. Saat ini muncul anggapan bahwa partai politik hanya memanfaatkan masyarakat sebagai voter dalam pemilu (Bisa jadi masih sama untuk pemilu 2009). Jadi partai politik dianggap hanya memanfaatkan rakyat untuk memenangkan kepentingannya sendiri. Namun, di luar waktu pemilu seakan-akan mereka tidak peduli lagi dengan kepentingan rakyat. Para wakil rakyat banyak dituding kurang merepresentasikan sebagai kepentingan rakyat, melainkan sebagai kepanjangan tangan partai politik. Lalu, siapa yang akan membela rakyat ini? Banyak pihak yang mengatasnamakan rakyat, namun hanya sebagai komoditas politik belaka. Lagi-lagi rakyat yang dijual dan dimanfaatkan.
Memang benar, motivasi untuk mendirikan partai politik adalah untuk memperoleh kekuasaan meskipun dengan dalih untuk bisa mengubah kesejahteraan rakyat. Tapi, kekuasaan yang bagaimana? Dan, bagaimana jika mereka tidak memperoleh kemenangan dalam pemilu? Apakah mereka tidak lagi memperjuangkan kesejahteraan? Dan, apakah akan selalu menggangu pemerintah berkuasa dengan alasan pemerintah dinilai tidak becus mengurus ini dan itu? (idealnya: jika sebagai oposan, maka harus menjadi oposan yang dewasa dan bijaksana, yang selalau memberikan alternatif solusi atas masalah yang dihadapi pemerintah).
Partai berkuasa dan siapa pun yang berkuasa memiliki tugas dan amanah yang sangat berat untuk mensejahterakan rakyat sesuai alinea pembukaan UUD 45. Sebagai warga negara dan partai politik yang lain, patut untuk selalu mengawal, mendukung hal yang benar, dan mengkritisi yang dirasa kurang sejalan.Baik menang maupun kalah dalam pemilu, toh, partai politik sudah memanfaatkan suara rakyat karena mereka dipilih oleh sekian juta massa pemilihnya. Sudah menjadi tugas partai politik untuk bisa mewakili, memperjuangkan, dan menampung aspirasi para pemilihnya. Tentunya bukan hanya pemilihnya, melainkan seluruh rakyat Indonesia.
Ada beberapa peran partai politik yang dirasakan belum menyentuh secara riil masyarakat pemilihnya. Padahal dalam kampanye pemilihan umum baik nasional maupun pilkada sering kita temui massa partai politik begitu berapi-api untuk membela partai atau kandidatnya. Apakah tidak terpikir oleh partai politik untuk membela mereka? Ada anggapan bahwa parpol akan bisa mengubah keadaan jika dia berkuasa. Itu memang benar. Tapi, tetap ada juga yang bisa dilakukan meski partai itu tidak berkuasa. Nah itu, yang ditunggu-tunggu oleh rakyat. Saat ini, jika terjadi kemiskinan, pengangguran, kejahatan, dan lain-lain, memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, dimana peran parpol untuk itu ikut menyelesaikan masalah itu?
Alangkah bijaknya jika partai politik ikut membantu program pengentasan kemiskinan, ikut memfasilitasi lapangan pekerjaan secara real, ikut menjaga ketertiban umum, dan membantu memberantas kejahatan. Dari hal-hal yang kecil, akan menumbuhkan simpati dan empati dari masyarakat. Meski tidak berkuasa, namun tetap memberi arti bagi masyarat.
Alangkah baiknya jika partai A membantu mengatasi bencana alam, banjir, gempa, tanah longsor. Partai B ikut mengatasi kepadatan lalu lintas, partai C membantu memberdayakan masyarakat dan juga partai-partai lain dengan peran-peran yang lain pula. Di satu sisi berkampanye, namun di sisi lain bermanfaat bagi masyarakat. Ibarat pepatah sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.Tapi yang terjadi sekarang, tampaknya partai politik kurang memperhatikan hal-hal tersebut. Jika ada tentunya bisa dihitung dengan jari. Para elit politik dan parpol cenderung menanggapi isu-isu politik dan mengeluarkan statemen-statemen yang kadang tidak membawa manfaat apapun terhadap masyarakat.
Ini adalah pekerjaan rumah kita bersama. Bagaimana partai yang ada dan partai-partai baru yang didirikan tidak hanya melulu berorientasi kepada kekuasaan. Namun, lebih besar dari itu adalah membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Mungkin perlu ada peraturan yang menyebutkan bahwa partai politik harus melakukan kerja sosial dalam jangka waktu tertentu atau apapun regulasinya. Diharapkan kehadiran partai poltik mampu membawa angin segar bagi kesejahteraan dan bukan hanya memanfaatkan rakyat untuk mengejar kekuasaan belaka.
Peran partai politik dalam pembangunan yakni bisa menjembatani kepentingan infra strukur dengan supra struktur politik. Kehidupan demokrasi akan berjalan baik bila parpol mampu mengerahkan potensi masyarakat dalam melaksanakan proses pembangunan.
"Sistem demokrasi dalam Sistem Politik Indonesia (salah satunya melalui peran parpol) harus mampu memainkan peranannya dalam memantapkan komponen tersebut. Yakni meredam konflik, mengeliminir potensi perpecahan dan sebagai sarana penyelesaian masalah dalam masyarakat,"
Terakhir dalam makalah ini saya ingin menyampaikan bahwa, parpol sebagai representasi bagi kepentingan masyarakat harus benar-benar terwujud secara nyata. Tidak hanya jual kecap dalam kampanye, melainkan karya nyata dalam berbagai aktivitas pemerintahan dan pembangunan, baik di lembaga legistaltif atau eksekutif, jika terpilih, dan juga partisipasi aktif sebagai partai dalam masyarakat. Berikanlah pendidikan politik masyarakat melalui peran ideal dan karya nyata yang dibuktikan oleh papol yang menjadi pilihan masyarakat.

KULIAH:10: KESADARAN DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT

A. Pendahuluan
· Kesadaran dan partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi.
· Setiap keputusan politik (Kebijakan Pemerintah) yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
· Karena setiap keputusan politik akan berdampak kepada kehidupan masyarakat, maka setiap warga masyarakat berhak ikut serta dalam menentukan isi keputusan politik.
· Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam negara demokrasi seperti Indonesia, maka setiap keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah/eksekutif (termasuk legilatif) harus melibatkan partisipasi masyarakat.
· Dengan demikian maka yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa (rakyat) dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengauhi hidupnya (Surbakti, 1992:140).
· Dalam berbagai literature dikatakan bahwa partisipasi politik dapat dikategorikan sebagai bagian dari perilaku politik dari warga masyarakat. Karena perilaku politik sendiri oleh Surbakti (1992:132) disebutkan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

B. Permasalahan dalam Kesadaran dan Partisipasi Politik
· Dinamika politik local (daerah) mau tidak mau akan terbingkai oleh perubahan politik yang dirancang pada aras nasional. Hal ini nampak terjadi misalnya adanya perubahan konstitusional melalui serangkaian amandemen pada UUD 1945, maka pada akhirnya akan bermuara pada perubahan tatanan politik dan pemerintahan yang sangat mendasar.
· Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen dikatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan tidak lagi dilaksanakan oleh MPR. Konstitusi kita mengamanatkan bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat ini mengacu pada UUD. Dalam hal pengisian jabatan politik (rerutmen politik) setiap lembaga perwakilan politik (DPR,DPD dan DPRD) serta Presiden harus dilakukan melalui Pemilu.
· Kaitannya dengan perubahan mendasar dalam system konstitusi di Negara Indonesia ini, maka partisipasi masyarakat merupakan salah satu persayaratan yang diperlukan dalam perubahan social menuju demokrasi.
· Diawali dengan Adanya arus kekuasaan dari pemerintahan pusat menuju pemerintahan di daerah yang ditandai dengan adanya UU No 32 tentang pemerintahan daerah dan UU No 33 tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, tuntutan perlunya partisipasi masyarakat secara aktif merupakan kebutuhan yang utama bagi Daerah.
· Fenomena yang sering terjadi dalam pembelajaran politik masyarakat melalui Pemilu Presiden dan legislative serta Pilkada langsung, sejatinya menjadi menjadi barometer bagi kedewasaan sikap dan budaya politik masyarakat, namun pada kenyataanya elitisme dan sentralisme partai politik masih cukup kuat mewarnai dalam pencalonan pimpinan (terutama di daerah) sehingga ia menutup peluang bagi munculnya calon dari bawah yang secara kualitas dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi seperti ini menjadi masalah tatkala kesadaran politik dan partisipasi masyarakat menjadi prioritas utama dalam berdemokrasi.
· Menurut AM Fatwa (2005) Proses pemberdayaan politik masyarakat (civil society) yang berjalan selama ini menjadi semakin terbengkalai karena adanya hasrat dan syahwat politik yang mematikan potensi tumbuhnya pemimpin dari bawah. Jalan pintas yang ditempuh oleh para calon kepala daerah, misalnya, melalui money politik, semakin memperpanjang jarak masyarakat dengan politik. Artinya justri keadaan seperti ini semakin melemahkan semangat masyarakat dalam kesadaran berpartisipasi politik.
· Lemahnya kesadaran partisipasi politik masyarakat setidaknya disebabkan oleh beberapa factor :
1. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah sehingga keterlibatan mereka dalam Pemilu, Penentuan Kebijakan Politik atau dalam pemilihan kepala daerah, bukan karena kesadaran berpartisipasi politik, melainkan lebih karena dimobilisasi. Kebanyakan dari mereka pada saat menentukan pilihannya lebih disebabkan karena pertimbangan emosi dan psikologis.
2. Dalam hal kasus pemilihan kepala daerah, terjadi kecenderungan bahwa tidak adanya calon-calon pimpinan daerah yang dimiliki oleh partai politik yang betul-betul memiliki akar massa dan tumbuh dari bawah. Kondisi ini mengakibatkan partai politik untuk melakukan pendekatan khusus untuk menarik hati masyarakat dan mengatrol sang calon. Maka, biasanya money politik cenderung akan dilakukan. Dan hal ini semakin memperburuk bagi pembelajaran politik masyarakat.

C. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Politik Masyarakat

· Kegiatan masyarakat seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan partisipasi politik?
· Beberapa ungkapan Ramlan Surbakti berikut dapat dijadikan sebagai kategori dari partisipasi politik:
1. Kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa (yg tdk mempunyai kewenangan) yang dapat diamati , bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi politik.
2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk kedalam pengertian ini seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.
3. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah.
4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung.

· Kesadaran akan partisipasi politik rakyat apapun alasannya adalah merupakan suatu conditio sine qua non (prasarat utama ) yang harus dipenuhi dalam membangun negara bangsa yang demokratis.
· Untuk mencapai kesadaran dan partisipasi politik masyarakat di daerah yang tinggi maka hal yang penting dilakukan adalah pendidikan politik yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Contohnya: masyarakat akan merasakan proses pembelajaran politik melalui aktivitas politik seperti PILKADA langsung. Idealnya Pilkada langsung yang telah dilakukan pada daerah-daerah di Indonesia haruslah merupakan sebagai proses edukasi politik secara langsung yang diharapkan akan berdampak secara positif terhadap masyarakat. Namun proses pilkada yang telah berlangsung cenderung rentan akan gejolak dan kekerasan serta praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai demokratis. Kejadian ini bukanlah sebuah contoh pembelajaran yang baik dan tidak patut untuk dicontoh.
· Proses Pilkada langsung yang belum tercapai seperti harapan tersebut mengindikasikan bahwa kesadaran partisipasi politik masyarakat rendah. Mengapa demikian? Karena kesadaran kritis belum dimiliki oleh rakyat pemilih, para pendukung konstetan dan para calon. Bagi sebagian orang tersebut maka PILKADA adalah ajang untuk meraih keuntungan . Padahal demokrasi yang utuh tidak akan dapat terwujud tanpa didukung oleh kesadaran kritis masyarakat.
· Hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat di daerah adalah perlu ditingkatkannya kualitas sumber daya manusia baik yang ada pada infrastruktur politik maupun suprastruktur politik. Karena jujur kita katakana bahwa saat ini kualitas SDM pada dua kelompok ini di kebanyakan Daerah masih rendah.
· Kesadaran kritis rakyat akan partisipasi politiknya harus tetap dibangun, melalui berbagai kegiatan sosialisasi kebijakan politik, pendidikan politik dan komunikasi politik yang dilakukan secara transfaran. Hal ini dalam jangka pendek untuk proses pilkada langsung akan berdampak pada tidak terjadinya sikap fragmatisme dalam menentukan pilihan.
· Namun hal yang perlu dipersiapkan tatkala ledakan partisipasi masyarakat terus semakin meninggi maka perlu diimbangi dengan kekuatan institusi sebagai wadah bagi aktivitas masyarakat. Dalam hal ini perlu adanya pelembagaan partisipasi masyarakat agar tidak terjadinya aktivitas politik masyarakat yang justru mengacaukan proses berdemokrasi. Pelembagaan partisipasi politik dapat dilakukan melalui dua bentuk: pertama, pelembagaan secara formal yaitu pelembagaan dengan mengacu pada prosedur dan aturan main yang telah ditetapkan dengan UU seperti kepesertaan dalam partai, keikutsertaan dalam pemilu, keterlibatan pengambilan kebijakan publik, ekspersi unjuk rasa dll. Kedua, pelembagaan partisipasi masyarakat secara substansial , yaitu pelembagaan yang lebih berorientasi pada nilai, kesadaran, dan sikap volunteri dari individu untuk terlibat dan peduli pada problem social dan masalah social ekonomi dan politik lainnya.

D. Peranan Partai Politik dan Partisipasi Masyarakat di Daerah

· Dalam mesin Sistem Politik , Partai politik merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat pemilih atau kader-kader politiknya. Oleh karenanya partai politik memegang peranan yang cukup strategis dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat di tingkat bawah.
· Beberapa fungsi partai politik yang terkait erat dengan proses demokratisasi dikemukakan oleh Miriam Budiarjo antara lain: sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik dan sarana pengatur konflik.
· Kaitannya dengan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat maka peranan partai politik adalah melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat atau kader-kader politiknya . Dalam pengertian ini bukan saja melakukan upaya sosialisasi politik atas kebijakan-kebijakan politik, melainkan juga melalui aktivitas langsung yang dilakukan oleh partai politik dalam melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang dilihat oleh masyarakat..
· Untuk meningkatkan partispasi politik, maka partai politik perlu melaksanakan fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong dan mengajak para anggota partainya dan warga masyarakat yang lain untuk menggunakan partai poliotik sebagai saluran kegiatan masyarakat dalam mempengaruhi proses politik.
· Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik bagi warga masyarakat dalam mengaktualisaikan keinginan dan aspirasinya. Fungsi partisipasi politik yang diemban oleh partai politik ini sangat tingi porsinya dalam system politik demokrasi di Indonesia. Oleh karenanya tinggi rendahnya kesadaran dan partisipasi politik masyarajat di daerah turut ditentukan oleh keberadaan partai politik dalam melaksanakan fungsi-fungsinya.

KULIAH:9: CARA MENGONTROL APBD

Bagaimana Mengakses Dokumen APBD?

Memiliki dokumen APBD dan jika memmungkinkan sejak masih RAPBD, adalah suatu hal yang tepat untuk mengontrol tahapan dan pelaksanaan APBD. Dokumen ini bias didapatkan di SEKDA, sedangkan untuk pidato pengantar APBD atau nota keuangan bisa didapat dari HUMAS DPRD. ATau bias saja dengan cara meminjam kepada anggota Komisi C tentang Anggaran.

Bagaimana Berpartisipasi Dalam Proses Penganggaran?

Ketahui jadwal proses penganggaran;
Ikuti setiap proses, baik secara langsung di berbagai forum yang terbuka bagi public, misalnya MUSRENBANG, dan UDKP, maupun sidang2 paripurna dalam pembahasan di DPRD. Ikuti pula perkembangannya di media massa;
Dapatkan data-data terkini seputar pembahasan yang sedang berlangsung, kritisi dan analisis;
Berikan masukan kepada para pengambil kebujakan melalui audiensi atau publichearing;
Sebarkan masukan ke pers;
Pantau terus sejauhmana masukan tersebut diakomodir;
Jika telah sampai pada pelaksanaan lakukan pengawasan terhadap proyek-proyek yang sedang berjalan, khususnya yang berada di lingkungan kita;
Laporkan kepada pihak-pihak yang berwenang seperti : BPK, BPKP, NGO yang concern, atau kepolisian, hendaknya disertai dengan bukti-bukti.

Cara Membaca dan Menganalisis APBD

Perlu diperhatikan antara arah atau kecenderungan kebijakan penerimaan dan Belanja;
Perlu diperhatikan dan dianalisis mengenai konsistensi kebijakan penganggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta terhadap prinsip-prinsip penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah;
Perhatikan dan analisis mengenai strategi pembiayaan dan peningkatan penerimaan daerah berdasarkan hasil kajian mendalam dari fenomena yang dihadapi dan memperhatikan posisi, kekuatan dan masukan yang dihadapi masing-masing daerah.

Langkah Dalam Membaca dan Menganalisis Anggaran dalam APBD

Menyiapkan nota keuangan daerah (dokumen APBD) kalau bias paling tidak tiga tahun terakhir, dan dokumen pendukung lainnya seperti: Renstra, RTRWK, serta peraturan terkait baik dari pusat maupun daerah.
Membuat prosentasi distribusi alokasi penerimaan menurut sumber penerimaan dan pengeluaran menurut bidang dan unit kerja.
Membuat pemetaan sederhana berdasarkan item program/proyek per sector, kemudian mengklasifikasikannya berdasarkan pihak yang diuntungkan pada pelaksanaan program/proyek, apakah kepada public atau aparat dengan rekannya.
Mengelompokkan instansi/dinas atau lembaga daerah pengguna anggaran terbesar, dan menelaah obyek dan sasaran pembiayaan.
Menelaah signinifikansi hubungan antara induk sector/ subsektor dengan item program atau proyek yang akan dibiayai pada setiap sector tersebut, kemudian membuat klasifikasi prioritas pembiayaan tiap sector berdasarkan prinsip prioritas dan alokasi proporsional untuk sector yang membutuhkan keberpihakan pemerintah (political will)
Membuat catatan kritis berdasarkan tiga pendekatan, yaitu catatan dari aspek proses, yang merupakan tinjauan politis, catatan dari aspek efisiensi, dan rasionalitas yang merupakan tinjauan dari sisi teknis ekonomis, dan catatan dari aspek normative yaitu berdasarkan pendekatan hokum yang menjadi acuan dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah;
Merumuskan arah kebijakan sebagai rekomendasi untuk eksekutif dan legislative serta menentukan tindaklanjut atau strategi advokasi dan control yang dapat dilakukan oleh masyarakat sipil;

Cara Mempengaruhi Kebijakan APBD
Advokasi proaktif, adalah strategi dimana seorang pekerja advokasi secara proaktif bertindak untuk mempengaruhi suatu kebijakan sebelum kebijakan itu sampai ditetapkan atau disahkan secara hokum. Paling tidak terdapat dua strategi dalam cara ini, yaitu: lobby, hearing dan kampanye.
Advokasi reaktif, adalah advokasi dimana seorang pekerja advokasi baru berusaha untuk mengubah kebijakan setelah kebijakan tersebut diundangkan atau ditetapkan secara hokum atau setelah masyarakat menanggung akibat dari kebijakan tersebut Contoh strategi ini antara lain: demonstrasi, legal standing, class action, boycott dan revolusi.

KULIAH:8: BERPARTISIPASI DALAM PEMBAHASAN RUU

A. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Ke mana saja kita dapat menyampaikan gagasan kita?

1. Anggota DPR dari Komisi atau Pansus atau Panja yang membahas
2. Badan Legislasi DPR
3. Deputi Bidang Perundang-undangan Sekretariat Jenderal DPR
4. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI)
5. Fraksi-fraksi
Pilihan untuk menentukan kepada badan mana gagasan kita ingin disampaikan, sebenarnya tergantung pada RUU apa yang anda akan advokasikan/pantau dan sampai pada tahap mana RUU tersebut dibahas. Untuk RUU yang sudah masuk tahap pembahasan, akan lebih efektif apabila gagasan disampaikan kepada anggota DPR yang membahas RUU tersebut. Namun gagasan pada tahap awal, misalnya topik RUU tertentu atau Rancangan Akademik RUU atau naskah RUU tertentu, bisa juga disampaikan kepada kelima lembaga di atas.

Forum apa saja yang dapat kita gunakan?
Penyampaian melalui hearing/diskusi ataupun dalam rapat
1. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
Forum ini adalah forum resmi yang ada dalam proses pembahasan sebuah RUU. Forum ini diadakan pada saat pembahasan tingkat I RUU, yaitu setelah adanya pemandangan umum fraksi atas RUU atau pemandangan umum pemerintah atas RUU dari DPR.
Untuk dapat terlibat dalam forum ini, cara-cara yang harus kita tempuh adalah:
Identifikasi terlebih dahulu, sudah sampai tingkat mana pembahasan RUU. (Lihat “Bagaimana Undang-Undang Dibuat”)
Kirimkan surat kepada ke sekretariat Komisi/Pansus yang membahas RUU. (Lihat “Komisi dan Mitra Kerjanya”)
Sebutkan maksud dan tujuan untuk meminta adanya RDPU tersebut.
Pastikan kita memiliki bahan yang siap dibagikan dalam RDPU tersebut, agar pembahasannya bisa fokus.
Pantau terus perkembangan dari gagasan kita dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya.
2. Audiensi atau hearing dengan fraksi-fraksi
Forum ini lebih fleksibel, artinya tidak ada waktu yang terjadualkan sehingga kita dapat melakukan kapan saja sepanjang proses pembahasan RUU itu berlangsung. Sulitnya, penjadualan dan kesediaan fraksi untuk bertemu dengan kita sepenuhnya tergantung pada kemauan fraksi tersebut. Namun, hal ini bisa diatasi dengan menyampaikan surat permohonan dengan maksud, tujuan, serta identifikasi institusi/individu yang jelas, dan ditindaklanjuti melalui hubungan telepon secara intensif.
Bagimana caranya:
Hearing dengan fraksi dapat lebih mudah jika kita mengenal salah satu anggota dari fraksi yang bersangkutan. Kalaupun tidak, kita dapat memintanya ke sekretariat fraksi. Tentukan alasan serta tawaran waktu untuk bertemu untuk memudahkan fraksi/sekretariat fraksi menyusun jadual. Jangan lupa cantumkan identifikasi institusi/individu dengan jelas serta nomor telepon yang dapat dihubungi agar komunikasi penentuan jadual dapat lebih mudah terjadi.
3. Konsultasi Publik
DPR kadang-kadang melakukan mekanisme konsultasi publik (sosialisasi) untuk RUU banyak mendapatkan sorotan. Konsultasi publik (sosialisasi) biasanya dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia .

Bagaimana anda dapat berpartisipasi?
Mintalah informasi kepada sekretariat Komisi/Pansus mengenai kapan dan di mana saja konsultasi publik akan diadakan, serta organisasi yang menjadi mitra lokal DPR.
Jika kota anda termasuk yang akan dikunjungi, mintalah kepada penyelenggara lokal untuk mengundang anda dalam forum tersebut.
Jika informasi tentang mitra lokal tidak juga didapatkan, anda dapat menghubungi pemerintah daerah setempat ataupun universitas negeri di kota anda, karena Sekretariat DPR biasanya bekerja sama dengan pemerintah daerah atau dengan perguruan tinggi di kota tersebut.
Datanglah dengan membawa usulan secara tertulis. Selain mempermudah untuk dipelajari, juga berjaga-jaga jika anda tidak sempat menyampaikan usulan secara lisan/ langsung dalam forum tersebut.
Mintalah hasil konsultasi publik tersebut dan pantaulah perkembangan usulan anda di pembahasan RUU tersebut selanjutnya.

4. Hearing dengan Badan Legislasi
Badan Legislasi DPR saat ini menjadi badan yang cukup berpengaruh dalam proses legislasi DPR. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dengan Badan Legislasi DPR.a. Memasukkan naskah usulan anda untuk dijadikan RUU usul inisiatif DPR b. Memberikan masukan atas suatu naskah RUU yang sedang dibahas

B. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Ke mana kita dapat menyampaikan gagasan kita?
1. Anggota DPD
2. PAH/Tim Kerja yang mengusulkan, membahas atau mempertimbangkan Usul RUU yang menjadi wewenang DPD.
3. Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)
4. Sekretariat Jenderal DPD
5. Sekretariat Daerah
6. Sekretariat DPRD
Pilihan untuk menentukan kepada badan mana gagasan kita ingin disampaikan, sebenarnya tergantung pada RUU apa yang anda akan advokasikan/pantau dan sampai pada tahap mana RUU tersebut dibahas. Untuk RUU yang sudah masuk tahap pembahasan, akan lebih efektif apabila gagasan kita disampaikan kepada anggota DPD yang membahas RUU tersebut. Namun gagasan pada tahap awal, misalnya topik RUU tertentu atau Rancangan Akademik RUU atau naskah RUU tertentu, bisa juga disampaikan kepada kelima lembaga di atas.

Forum apa saja yang dapat kita gunakan?
A. Melalui Hearing dan Rapat
1. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Ad-Hoc (PAH) atau Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU).
Forum ini dilaksanakan oleh PAH dan PPUU kapan saja di dalam atau di luar waktu pembahasan Usul RUU dan Usul Pembentukan RUU. RDPU bisa dilaksanakan atas permintaan dari PAH, PPUU atau atas permintaan pihak lain.
Caranya:
Pastikan bahwa Usul Pembentukan RUU dan Usul RUU berada dalam lingkup kewenangan DPD.
Kirimkan surat kepada Sekretariat PAH yang mengusulkan, membahas atau mempertimbangkan suatu Usul Pembentukan RUU dan Usul RUU atau kepada Sekretariat PPUU.
Jika anda berada di daerah, maka anda bisa melayangkan surat anda kepada Sekretariat Daerah atau Sekretariat DPRD, untuk meminta diadakan RDPU atas suatu Usul Pembentukan RUU dan Usul RUU.
Sebutkan maksud dan tujuan anda untuk meminta adanya RDPU tersebut.
Pastikan anda memiliki bahan yang siap dibagikan dalam RDPU tersebut, agar pembahasannya bisa fokus.
Untuk akuntabilitas, anda bisa memantau perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang anggota DPD sekali setahun di daerah pemilihan dalam hal ini dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD

2. Hearing dengan Panitia Perancang Undang-Undang
Forum ini dapat dilakukan kapan saja selama di dalam atau di luar waktu pembahasan suatu Usulan RUU. Waktunya bisa pada saat masa sidang atau pada saat PPUU mengunjungi daerah dalam kunjungan kerja dalam suatu masa sidang. Caranya anda bisa menghubungi Sekretariat PPUU untuk bertemu disertai alasan dan maksud yang jelas.
Anda dapat memasukkan draf Usulan RUU kepada PPUU untuk dijadikan Usul RUU anggota DPD, dan anda juga dapat memberikan masukan terhadap pembahasan Usul Pembentukan RUU dan Usul RUU.

3. Hearing dengan Anggota DPD yang merupakan anggota PAH yang mengusulkan dan membahas Usul Pembentukan RUU atau Usul RUU
Forum ini juga bisa dilaksanakan kapan saja, di dalam atau di luar masa pembahasan suatu Usulan RUU atau pada saat kunjungan kerja anggota DPD ke daerah atau pada saat Anggota DPD melakukan kegiatan kerja di daerah masing-masing. Forum ini bertujuan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah, di mana hasil dari kunjungan kerja dan kegiatan anggota DPD di daerah akan dilaporkan kepada semua alat kelengkapan DPD.
Anda dapat menghubungi sekretariat masing-masing PAH. Jika anda berdomisili di luar Jakarta anda bisa menghubungi Sekretariat Daerah atau Sekretariat DPRD setempat untuk meminta bertemu dengan disertai alasan yang jelas dan tawaran waktu bertemu.
Anda dapat memasukkan draf Usulan RUU kepada Anggota DPD untuk dijadikan Usul RUU anggota DPD, serta anda dapat memberikan masukan terhadap pembahasan Usul Pembentukan RUU dan Usul RUU.

B. Melalui Surat
Setiap waktu anda bisa mengirimkan saran, kritik, dan masukan kepada anggota DPD melalui Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD di daerah masing-masing. Semua masukan dan kritikan akan disampaikan kepada anggota DPD pada saat kunjungan kerja.
Caranya
Kirimkan surat langsung yang dapat berisi usulan RUU, pertimbangan atas suatu RUU yang berada dalam lingkup kewenangan DPD kepada Sekretariat Daerah atau Sekretariat DPRD.

KULIAH:7: INDIKATOR KEMAMPUAN DPRD

A. PENDAHULUAN
Dilihat dari sisi etika ia tidak boleh memperjuangkan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya.
1. Dari sisi profesionalisme, ia harus mampu menampilkan diri sebagai sosok wakil yang memang refresentatif.
2.DPRD harus mempunyai kemampuan profesional yang memadai serta didukung oleh komitmen yang tinggi terhadap etika politik dan pemerintahan yang harus dijunjung tinggi.
3.Salah satu wujud dari fungsi legislaslatif DPRD dalam perumusan Peraturan Daerah dan APBD, yaitu dimilikinya kemampuan oleh DPRD dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah demi tercapainya kesejahteraan bersama yang disepakati.
4.Pembuatan Peraturan Daerah dan APBD ini merupakan fungsi DPRD saat dihadapkan pada berbagai masalah (khususnya masalah-masalah pembangunan dan konflik kepentingan di dalam masyarakat) demi terwujudnya kesejahteraan bersama dan tujuan bersama yang disepakati.
5.Ukuran pelaksanaan fungsi legislaslatif ini dapat dilihat dari kemampuan lembaga ini (DPRD) dalam hal mengantisipasi perkembangan masa depan, mengidentifikasi problem-problem utama, dan merumuskan preskripsi untuk mengatasinya serta kemampuannya menjadi mediasi penyelesaian berbagai konflik secara damai
6. Disisi lain kemampuan DPRD dalam melaksanakan fungsi legislatif dapat dilihat dari daya persepsi para anggotanya dalam mengangkat berbagai masalah dalam masyarakat untuk dibicarakan dalam forum DPRD.

B. BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN DPRD
1.Kualitas anggota DPRD ini dapat diukur dari seberapa besar peran DPRD dari sisi kemitrasejajaran dengan lembaga eksekutif dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, menyusun dan menetapkan berbagai peraturan daerah.
2.Terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan fungsi legislatif di tingkat nasional maupun pada level daerah antara lain : Pertama, integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota Badan legislatif. Kedua, pola hubungan anggota badan legislatif dengan anggota masyarakat yang mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku. Ketiga, struktur organisasi badan legislatif yang merupakan kerangka formal bagi kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat. Keempat, hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara badan legislatif dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hirarkinya

Menurut Arbi Sanit terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kemampuan DPRD:
Pertama, faktor internal dalam tubuh DPRD yang meliputi kemampuan masing-masing anggota DPRD dan pola hubungan yang terjadi antara sesama anggota DPRD, dengan fraksi, komisi maupun dengan pimpinan DPRD.
Kedua, faktor eksternal yang meliputi pola hubungan anggota DPRD dengan masyarakat pemilihnya yang terlingkup dalam sistem perwakilan yang berlaku dan pola hubungan antara DPRD sebagai lembaga dengan lembaga lain di Daerahnya maupun dengan lembaga lain yang lebih tinggi. Nampaknya faktor-faktor yang dikemukakan oleh Arbi Sanit tersebut sangat relevan untuk digunakan sebagai dasar dalam menganalisis fungsi legislatif DPRD dalam perumusan Peraturan Daerah tentang APBD.
Lee yang dikutip oleh Priyatmoko berpendapat bahwa: faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap proses legislatif terbagi dalam tiga, yaitu :

1) Stimulasi eksternal , yang mencakup apiliasi partai politik, kepentingan pemilih, input-input eksekutif, dan aktivitas kelompok penekan;
2) Setting psikologis, yaitu predisposisi-predisposisi personal, sikap dan peran-peran yang dijalankan para wakil rakyat, serta harapan-harapan mereka. Faktor-faktor ini cukup penting bukan saja karena kemungkinan efek independennya, melainkan juga potensinya untuk menyaring dan mengubah pengaruh eksternal;
3) Komunikasi intra institusional, baik yang bersifat formal maupun informal, termasuk kemungkinan adanya hubungan-hubungan patronase di dalamnya. Bentuk-bentuk komunikasi ini mempunyai potensi untuk menggantikan atau memperbesar pengaruh-pengaruh faktor lain yang telah disebutkan.

Apabila menggabungkan dan menyederhanakan pendapat Sanit dan Lee tersebut, maka sebetulnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan anggota DPRD dalam akitivitas merumuskan peraturan daerah dan APBD dapat disederhanakan menjadi empat kelompok variabel yaitu:
pertama, faktor internal dalam tubuh DPRD meliputi: kemampuan masing-masing anggota DPRD, struktur formal organisasi DPRD, komunikasi intra institusional dalam DPRD dan setting psikologis dari anggota DPRD;
kedua, stimulasi eksternal yang mencakup afiliasi anggota DPRD terhadap partai politik, kepentingan pemilihnya, input-input dari eksekutif dan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok penekan;
ketiga, pola hubungan anggota DPRD dengan masyarakat pemilih yang mereka wakili; keempat, hubungan timbal balik antara DPRD dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lain/unit pemerintah daerah yang setingkat pada pemerintah daerah .